Batavia Terancam Bangkrut

Jakarta, utusanriau.com - Maskapai penerbangan PT Metro Batavia (Batavia Air) harap-harap cemas menunggu putusan permohonan pailit yang diajukan oleh perusahaan penyewa pesawat alias lessor, International Lease Finance Corporation (IFLC). Apakah nasibnya akan berakhir tragis atau mampu bangkit seperti Mandala Airlines?

Dilansir detikFinance dari situs resmi Batavia Air dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Rabu (30/1/2013), Batavia memulai bisnis di Indonesia lebih dari sepuluh tahun.

Dimulai dari usaha agen travel dan tumbuh menjadi usaha charter angkutan udara. Batavia Air berdiri di 2001. Kemudian di 2002, Batavia Air memperoleh Sertifikasi sebagai Operator Penerbangan.

Prestasi Batavia Air bisa dibilang gemilang. Batavia Air masuk ke dalam kategori I (satu) aspek keselamatan penerbangan. Kategori tersebut merupakan peringkat tertinggi yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan RI untuk menilai tingkat keselamatan penerbangan suatu maskapai. Batavia Air juga memiliki Aero Flyer Institute (AFI), sebuah sekolah pelatihan penerbangan.

Batavia Air yang dimiliki oleh keluarga Yudiawan Tansari, pengusaha asal Pontianak, Kalimantan Barat ini mengoperasikan lebih dari 170 penerbangan setiap harinya dan melayani 42 kota tujuan di seluruh Indonesia.

Direktur Komersial Batavia Air Sukirno Sukarna mengungkapkan, Batavia Air memiliki misi khusus untuk memberikan pelayanan terbaik untuk dunia penerbangan di Indonesia maupun luar negeri.

"Visi kita menjadi sebuah perusahaan penerbangan nasional yang berorientasi kepada aspek ekonomis, kenyamanan, keselamatan penerbangan dan selalu berusaha melaksanakan komitmen terhadap kepuasan pelanggan," kata Sukirno.

Batavia Air juga telah menempuh rute penerbangan international. Antara lain Guangzhou (Cina), Kuching (Malaysia), Singapore, Dili (Timor Leste), Riyadh dan Jeddah (Saudi Arabia).

Batavia Air memiliki 36 armada pesawat yang terdiri dari Boeing 737-300, Boeing 737-400, Airbus A-319, Airbus A-320, dan Airbus A330.

Tumbuh positifnya Batavia Air dilirik maskapai asal Malaysia AirAsia. Pada September 2012, AirAsia Berhard bersama anak usahanya PT Fersindo Nusaperkasa (pemegang saham Indonesia AirAsia) berencana mengambil alih 76,95% saham maskapai penerbangan lokal Batavia Air. Fersindo dapat 51% dari total saham PT Metro Batavia (Batavia Air) yang diambil dan sisanya menjadi hak AirAsia Berhard (Malaysia).

Presiden Direktur Indonesia AirAsia Darmadi mengatakan, nilai pembelian 76,95% tersebut adalah US$ 80 juta atau sekitar Rp 720 miliar. Uang tersebut didapat dari kas langsung AirAsia, dan tidak ada yang berasal dari utang. Langkah ini merupakan kejutan di dunia kedirgantaraan Indonesia.

Dengan ekspansinya yang besar-besaran, AirAsia tak mau repot dengan menambah armada pesawat sesuai ketentuan Kemenhub. Dengan akuisisi, semua menjadi lebih mudah.

Namun tiba-tiba, CEO AirAsia Tony Fernandes menyatakan batal membeli saham Batavia Air. Ia mengatakan terdapat banyak risiko dalam akuisisi tersebut jika tetap dilangsungkan.

Dalam siaran persnya, 15 Oktober 2012, AirAsia mengumumkan perubahan strategi pada Conditional Share Sale Agreement (CSSA), yang telah disepakati pada tanggal 26 Juli 2012 bersama rekan usahanya PT. Fersindo Nusaperkasa (Fersindo) untuk membeli PT. Metro Batavia (Batavia Air) dan Aero Flyer Institute (AFI), sebuah sekolah pelatihan penerbangan.

Setelah melakukan studi dan proses diskusi yang panjang, AirAsia mengaku berbagai perbedaan budaya dari kedua perusahaan telah menimbulkan perubahan pada persetujuan awal. Kabar beredar, ternyata nilai yang ditaksir AirAsia untuk Batavia Air terlalu mahal setelah di-audit internal oleh AirAsia.

Batalnya akuisisi tak membuat Batavia Air terus berdiam diri. Perusahaan kembali menawarkan 'penjualan' ke perusahaan lain.

"Sudah ada yang melalukan pendekatan namun belum bisa di-disclose," ungkap Sukirno dalam sambungan teleponnya.

Batavia Air belakangan terus 'berdarah' akibat persaingan hebat di Indonesia. Tak mampu ekspansi akhirnya Batavia Air menutup beberapa rute penerbangan ke luar negeri seperti China kemarin, Selasa (30/1/2013).

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan, Bambang S Ervan mengatakan penutupan rute penerbangan murni dari internal perusahaan.

"Bukan dari Kemenhub. Itu internal mereka," jelasnya.

Hal ini lantas menimbulkan beberapa isu. Batavia Air di-isukan telah berhenti beroperasi. Batavia Air sebelumnya juga dirundung masalah oleh salah satu lessornya.

Batavia Air mendapat 'hadiah' gugatan permohonan pailit dari lessornya, International Lease Finance Corporation (ILFC) yang diajukan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Batavia Air mengakui hal tersebut namun membantah telah berhenti beroperasi.

Manager Humas Batavia Air, Elly Simanjuntak dalam sambungan teleponnya, Selasa (29/1/2013) mengungkapkan Batavia Air masih beroperasi normal dan tak benar jika telah berhenti beroperasi.

"Itu hanya isu. Tidak benar. Batavia air masih beroperasi dan berupaya dan menyelesaikan sidang dengan lessor," ungkap Elly.

Dia mengakui, saat ini Batavia Air memang tengah menghadapi gugatan permohonan pailit dari ILFC. Namun, proses masih berjalan dan belum ada keputusan pailit.

"Persidangan masih dalam proses sidang dengan ILFC sendiri. Kita pastikan semua masih berjalan normal," tutur Elly.

Sebelumnya, terdengar kabar jika Batavia Air telah berhenti beroperasi. Melalui pesan berantai BlackBerry Messenger (BBM), disebutkan penjualan tiket Batavia Air telah distop dan perusahaan tersebut sudah berhenti beroperasi mulai hari ini.

Hal tersebut juga dibantah oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Herry Bhakti. Melalui sambungan teleponnya, Herry mengatakan Batavia Air masih beroperasi.

"Belum (tutup dan berhenti beroperasi)," jelas Herry singkat.

ILFC mengajukan permohonan pailit kepada PT Metro Batavia. Persidangan permohonan pailit No.77/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst yang diajukan IFLC pada 22 Desember ini telah disidangkan dan dalam tahapan pembuktian.

Gugatan pailit tersebut terkait dengan pesawat Airbus A330 yang dioperasikan maskapai swasta nasional tersebut untuk angkutan haji yang disiapkannya. Namun, Batavia tidak mendapatkan tender pengangkutan haji sehingga pesawat tidak maksimal dioperasikan. Batavia Air tidak mampu membayar utang jatuh tempo hingga 13 Desember 2012 yang jumlahnya mencapai US$ 4,68 juta.

Hari ini, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menggelar sidang lanjutan gugatan pailit Batavia Air. Memiliki agenda pembacaan kesimpulan, Batavia Air bisa saja diputuskan pailit atau tidak di hari ini.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Statistic

Translate